Wednesday, October 22, 2014

Mazhab Ja'fari Guru Dari Imam 4 Mazhab


Ja’far As-Shadiq (80 – 148 H/699 – 765 M)  adalah Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fathimah Az-zahra binti Rasulillah Muhammad saw. Beliau di lahirkan pada tahun 80 Hijriah (699M). Ibunya bernama Ummu Farwah binti Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq. Pada beliaulah terdapat perpaduan darah Nabi saw. Dengan Abu Bakar As-Siddiq ra. Beliau dikenal dengan julukan Abu Abdillah, selain itu beberapa gelar terhormat disematkan kepadanya, di antaranya Ash-Shabir (sang penyabar), Al-Fadhl (sang utama), dan At-Thahir (sang suci). Gelar beliau yang paling masyhur adalah Ash-Shadiq (sang jujur). Seluruh gelar tersebut menunjukkan kemuliaan dan keutamaan akhlak beliau.

Beliau merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja’fari atau Dua Belas Imam; ia pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki).

Beliau berguru langsung dengan ayahnya – Muhammad Al-Baqir di sekolah ayahnya yang banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama besar Islam. Ja’far As-Shadiq adalah seorang ulama besar dalam banyak bidang ilmu, seperti ilmu Filsafat, Tasauf, Fiqh, Kimia dan ilmu Kedokteran. Beliau adalah Imam yang ke enam dari dua belas Imam dalam mazhab Syi’ah Imamiyah. Dikalangan kaum Sufi beliau adalah guru dan Syaikh yang besar dan dikalangan ahlli Kimia beliau dianggap sebagai pelopor ilmu Kimia. Di antaranya, beliau menjadi guru Jabir bin Hayyam – Ahli Kimia dan Kedokteran Islam.

Mazhab Ja‘fariyah

Era Imam Shadiq merupakan masa yang penuh dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Sebab proses peralihan kekuasaan dari dinasti Umayah ke dinasti Abbasiyah di masa itu menyisakan beragam dampak sosial dan politik. Di sisi lain, masyarakat muslim di zaman itu berhadapan langsung dengan perkembangan pelbagai bentuk ideologi dan aliran teologi dan filsafat. Atmosfer kebangkitan ilmiah terasa sangat kental sekali yang dibarengi dengan maraknya penyebaran dan penerjemahan pemikiran filsafat dan teologi dari dunia luar, seperti Yunani dan Persia.

Tentu saja, kebangkitan ilmiah yang demikian pesat itu juga memunculkan beragam penyimpangan pemikiran dan akidah. Kondisi tersebut niscaya membuat misi dakwah Imam Shadiq memikul tanggung jawab yang besar. Dari satu sisi, masyarakat di masa itu mulai condong kepada pemikiran ateisme dan materialisme. Sementara di sisi lain, Imam Shadiq harus mempertahankan Islam dari pelbagai penyimpangan dan kesalahan interpretasi.

Dalam kondisi yang sangat sensitif inilah, Imam Shadiq melancarkan gerakan revolusi kultural Islam. Gerakan ini ditandai dengan keberhasilan mencetak lebih dari 4 ribu ilmuan dan ulama terkemuka dalam pelbagai bidang. Masing-masing memiliki spesialisasi dalam bidang keilmuan tertentu. Mereka pun disebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim. Ibarat kata, murid-murid Imam Shadiq as laksana kobaran pelita yang menerangi sudut-sudut dunia Islam. Gerakan revolusi kultural dan revitalisasi pemikiran Islam oleh Imam Shadiq ini berhasil membuka ufuk baru kebangkitan ilmiah di kalangan masyarakat muslim.

Lewat gerakan revolusi keilmuannya itu, Imam Shadiq menghimpun pemikiran orisinal Islam, terutama dalam masalah fiqh dan kalam serta mendidik para ilmuan dan ulama. Beragam khazanah ilmiah di bidang ahlak, fiqh, tafsir, dan kalam serta ilmu-ilmu lainnya yang bisa kita akses hingga kini merupakan hasil dari jerih payah dan perjuangan Imam Shadiq. Di mata para pemikir dan ulama dari berbagai mazhab, madrasah pemikiran Imam Shadiq as berdiri di atas landasan yang kokoh. Ulama terkemuka Ahlusunnah, Ahmad Zaki Saleh, menuturkan, “Mazhab Syiah yang dipelopori Imam Ja’far Shadiq as merupakan mazhab pertama yang membangun persoalan keagamaan di atas landasan rasional. Semangat ilmiah di mazhab ini sangat terasa kental melebihi mazhab-mazhab lainnya”. Mazhab Ahlulbait berkembang pada masa Imam Ja‘far, dan pengikutnya terus bertambah pesat, sehingga masyarakat lebih mengenal mazhab Syi‘ah dengan mazhab Ja‘fariyah, yaitu nama yang diambil dari Imam Ja‘far Ash-Shadiq.

Imam Shadiq mendidik murid-murid besar di antaranya Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi), Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki),  Muhammad bin Hasan As-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Yahya bin Sa’id, Ayub As-Sijistani, Syu’bah bin Hajjaj, Abdul Malik bin Juraij, Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim, Jabir bin Hayan, Qadhi Sukuni, Qodhi Abu Bakhtari, Zararah, Muhammad bin Muslim, Mukmin Thaq, Hisyam bin Hakam, Aban bin Taghlib, Hisyam bin Salim, Huraiz, Hisyam Kaibi Nassabah, dan lainnya. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam, pakar teologi Islam, menulis 31 buku. Jabir bin Hayan yang dikenal sebagai bapak kimia menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku “Tauhid Mufadhal”.

Komentar tentang pribadi Imam Ja’far Ash-Shadiq

Imam Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengisahkan bahwa pernah suatu kali khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja’far ash-Shadiq dan meminta Abu Hanifah menyediakan 40 pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja’afar bin Muhammad di dalam perdebatan itu nanti. Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja’far bin Muhammad, dengan cara memperalat lisan Abu Hanifah dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja’far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya.
Menurut Abu Hanifah, “Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja’far bin Muhammad duduk di sisi Al-Mansur. Ketika aku memandang Ja’far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja’far bin Muhammad lebih daripada Al-Mansur. Setelah memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku kepada Ja’far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja’far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya.”
Abu Hanifah berkata lagi,  “Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain ?”  Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata, “Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Ja’far bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka”

Imam Malik, pemimpin mazhab Maliki menceritakan pribadi Imam Ja’far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104: “Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini: Beliau sedang salat, Beliau sedang berpuasa, Beliau sedang membaca kitab suci al-Qur’an. Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa taharah. Ia seorang yang paling bertaqwa, wara’, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja’far bin Muhammad dalam ibadah, kewara’-an dan ilmu pengetahuannya.”

Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: “Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Syu’bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya”.

Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Ilmu pengetahuan Ja’far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya”.

Ibnu Khalikan, seorang sejarawan terkenal menulis: “Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja’far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan”.

Wafatnya
Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat dari kalangan Syi’ah, dengan diracun atas perintah Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.
Mendengar berita meninggalnya Ja’far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi’ah. Ketika gubernur Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.
Beliau dimakamkan di pekuburan Baqi’, Madinah, berdekatan dengan Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir. (Dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda, Silahkan tinggalkan komentar :)