Namanya adalah Ja’far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.
Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada tanggal 25
Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan di
pekuburan Baqi’.
Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s. dilahirkan di Madinah pada
tanggal 17 Rabi’ul Awal 83 H. Ayahnya adalah Imam Muhammad Baqir a.s.
dan ibunya adalah Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Namanya adalah Ja’far, julukannya adalah Ash-Shadiq dan panggilannya adalah Abu Abdillah.
Ia syahid di Madinah diracun oleh Manshur Ad-Dawaniqi pada
tanggal 25 Syawal 148 H. dalam usianya yang ke-65 tahun. Ia dikuburkan
di pekuburan Baqi’.
Akivitas Imam Shadiq dalam Menyebarkan Islam
Imam Shadiq a.s. telah memusatkan seluruh tenaga dan
pikirannya dalam bidang keilmuan, dan hasilnya, ia berhasil membentuk
sebuah “hauzah” pemikiran yang telah berhasil mendidik fuqaha` dan para
pemikir kaliber dunia. Dengan demikian, ia telah meninggalkan warisan
ilmu yang sangat berharga bagi umat manusia. Di antara murid-muridnya
yang ternama adalah Hisyam bin Hakam, Mukmin Ath-Thaaq, Muhammad bin
Muslim, Zurarah bin A’yan dan lain sebagainya.
Gebrakan ilmiah Imam Shadiq a.s. telah berhasil menguasai
seluruh penjuru negeri Islam sehingga keluasan ilmunya dikenal di
seluruh penjuru negara dan menjadi buah bibir masyarakat.
Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Imam Shadiq telah berhasil
menyingkap sumber-sumber ilmu di muka bumi ini dan membuka pintu ilmu
pengetahuan bagi seluruh umat manusia yang sebelumnya belum pernah
terjadi. Dengan ini, ilmu pengetahuannya menguasai seluruh dunia”.
Tujuan utama kegiatan ilmiah dan budaya Imam Shadiq a.s.
adalah menyelamatkan umat manusia dari jurang kebodohan, menguatkan
keyakinan mereka terhadap Islam, mempersiapkan mereka untuk melawan arus
kafir dan syubhah yang menyesatkan dan menangani segala problema yang muncul dari ulah penguasa waktu itu.
Usaha Imam Shadiq a.s. tersebut –dari satu sisi– adalah
untuk melawan arus rusak akibat situasi politik yang terjadi pada masa
dinasti Bani Umaiyah dan Bani Abasiyah. Penyelewengan akidah yang
terjadi pada masa itu banyak difaktori oleh penerjemahan buku-buku
berbahasa Yunani, Persia dan India, dan bermunculannya aliran-aliran
berbahaya seperti Ghulat, kaum zindiq, pemalsu hadis, ahlur raiy dan
tasawuf. Aliran-aliran inilah yang telah menyiapkan lapangan bagi
tumbuhnya banyak penyelewengan saat itu. Imam Shadiq a.s. melawan
mereka, dan dalam bidang keilmuan, ia mengadakan dialog terbuka dengan
mereka sehingga alur pemikiran mereka diketahui oleh khalayak ramai.
Dan dari sisi lain, ia juga –dengan usahanya tang tak kenal
lelah– telah berhasil menyebarkan akidah yang benar dan hukum-hukum
syariat, memasyarakatkan ilmu pengetahuan dan mempersiapkan para ilmuwan
guna mendidik masyarakat.
Imam Shadiq a.s. menjadikan masjid Rasulullah SAWW di
Madinah sebagai pusat kegiatan. Masyarakat datang berbondong-bondong
dari berbagai penjuru untuk menanyakan berbagai masalah dan mereka tidak
pulang dengan tangan kosong.
Di antara “figur-figur” yang pernah menimba ilmu dari Imam
Shadiq a.s. adalah Malik bin Anas, Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan
Asa-Syaibani, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Yahya bin Sa’id, Ayub
As-Sijistani, Syu’bah bin Hajjaj, Abdul Malik bin Juraij dan lain-lain.
Imam Shadiq a.s. memerintahkan kepada para pengikutnya
untuk tidak berlindung kepada penguasa zalim dan melarang mereka untuk
mengadakan kerja sama dalam bentuk apa pun dengannya. Ia juga
mewasiatkan kepada mereka untuk melakukan taqiyah supaya para musuh tidak menyoroti gerak-gerik mereka.
Imam Shadiq a.s. menganjurkan kepada semua masyarakat untuk
mendukung perlawanan yang dipelopori oleh Zaid bin Ali melawan dinasti
Bani Umaiyah. Ketika berita kematian Zaid bin Ali sampai ke telinganya,
ia sangat terpukul dan sedih. Ia memberikan santunan kepada setiap
keluarga yang suaminya ikut berperang bersama Zaid bin Ali sebesar 1000
Dinar. Begitu juga, ketika pemberontakan Banil Hasan a.s.
mengalami kekalahan total, ia sangat sedih dan menyayangkan
ketidakikutsertaan masyarakat dalam pemberontakan tersebut. Meskipun
demikian, ia enggan untuk merebut kekuasaan. Hal ini ditangguhkannya
sehingga umat betul-betul siap untuk mengadakan sebuah perombakan
besar-besaran, ia dapat menyetir alur pemikiran yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat dan dapat memperbaiki realita politik dan
sosial yang sudah betul-betul bobrok.
Imam Sahdiq dalam Pandangan para Tokoh
Fuqaha` dan para ilmuwan yang hidup pada masa Imam Shadiq
a.s. serta mereka yang hidup sesudah itu memujinya dengan penuh
keagungan dan keluasan ilmu pengetahuan. Mereka antara lain:
- Abu Hanifah, pemimpin dan imam mazhab Hanafiah. Ia berkata: “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih alim dari Ja’far bin Muhammad”. Dalam kesempatan lain ia juga berkata: “Jika tidak ada dua tahun (belajar kepada Ja’far bin Muhammad), niscaya Nu’man akan celaka”. Nama asli Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit.
- Malik, pemimpin dan imam mazhab Malikiah. Ia pernah berkata: “Beberapa waktu aku selalu pulang pergi ke rumah Ja’far bin Muhammad. Aku melihatnya selalu mengerjakan salah satu dari tiga hal berikut ini: mengerjakan shalat, berpuasa atau membaca Al Quran. Dan aku tidak pernah melihatnya ia menukil hadis tanpa wudhu`”.
- Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata: “Karena ilmunya sering dinukil oleh para ilmuwan, akhirnya ia menjadi buah bibir masyarakat dan namanya dikenal di seluruh penjuru negeri. Para pakar (fiqih dan hadis) seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Hanifah, Syu’bah dan Ayub As-Sijistani banyak menukil hadis darinya”.
- Abu Bahar Al-Jaahizh berkata: “Ilmu pengetahuan Ja’far bin Muhammad telah menguasai seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri adalah muridnya, dan hal ini cukup untuk membuktikan keagungannya”.
- Ibnu Khalakan, seorang sejarawan terkenal menulis: “Dia adalah salah seorang imam dua belas mazhab Imamiah dan termasuk salah seorang pembesar keluarga Rasulullah yang karena kejujurannya ia dijuluki dengan ash-shadiq. Keutamaan dan keagungannya sudah dikenal khalayak ramai sehingga tidak perlu untuk dijelaskan. Abu Musa Jabir bin Hayyan Ath-Thurthursi adalah muridnya. Ia menulis sebuah buku sebanyak seribu halaman yang berisi ajaran-ajaran Ja’far Ash-Shadiq dan memuat lima ratus pembahasan”.
Masa Imam Shadiq a.s. adalah masa melemahnya pemerintahan
Bani Umaiyah dan menguatnya kekuatan Bani Abasiyah. Dua kelompok ini
saling tarik-menarik kekuatan dan berperang demi merebut dan
mempertahankan kekuasaan.
Sejak Hisyam bin Abdul Malik berkuasa, perang politik Bani
Abasiyah sudah dimulai. Pada tahun 129 H. mereka mulai mengadakan
pemberontakan bersenjata, dan akhirnya, pada tahun 132 H. mereka
mencapai kemenangan. Pada masa-masa itu Bani Umaiyah sedang menghadapi
berbagai problema politik sehingga mereka tidak memiliki kesempatan
untuk mengadakan penekanan serius terhadap Syi’ah. Bani Abasiyah pun
karena mereka ingin merebut kekuasaan atas nama membela keluarga
Rasulullah SAWW dan membalas dendam atas darah mereka yang sudah
terteteskan, mereka tidak berani mengadakan penekanan terhadap para
pengikut Ahlul Bayt a.s.
Atas dasar ini, periode tersebut adalah sebuah periode
tenang bagi Imam Shadiq a.s. dan para pengikutnya meskipun sangat
relatif. Ia menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya dengan memulai
sebuah gebrakan kebudayaan yang tidak tanggung-tanggung. Karena ia yang
berhasil menyebarkan fiqih dan ilmu Ahlul Bayt a.s. dengan pesat serta
mempermantap hukum dan teologi Syi’ah, akhirnya mazhab Syi’ah dikenal
dengan nama mazhab Ja’fari.
Imam Shadiq a.s. menghadapi segala aliran pemikiran dan
akidah yang berkembang pada waktu itu. Dengan segala upaya ia telah
menjelaskan Islam dan tasyayyu’ di hadapan mereka dan berhasil
membuktikan keunggulan pemikiran Syi’ah dibandingkan dengan
aliran-aliran pemikiran tersebut.
Imam Shadiq a.s. mendidik murid-muridnya sesuai dengan
bakat yang dimilikinya. Hasilnya, setiap orang dari mereka memiliki
spesialisasi dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti hadis, tafsir, fiqih dan
kalam.
Hisyam bin Salim bercerita bahwa pada suatu hari kami duduk
di hadapan Imam Shadiq a.s. Tidak lama kemudian seseorang yang
berkewarganegaraan Syam minta izin untuk masuk. Setelah ia masuk, Imam
berkata kepadanya: “Duduklah! Apa yang kau inginkan?”.
Ia menjawab: “Saya mendengar bahwa engkau menjawab semua pertanyaan orang. Aku datang untuk berdebat denganmu”.
“Dalam bidang apa?”, tanya Imam kembali.
“Dalam bidang bacaan Al Quran”, jawabnya pendek.
Imam Shadiq a.s. menoleh kepada Hamran seraya berkata: “Hamran, orang ini adalah milikmu!”
Orang Syam itu kembali berkata: “Aku ingin berdebat denganmu, bukan dengan Hamran”.
“Jika engkau dapat mengalahkan Hamran, berarti engkau telah mengalahkanku”, ia menimpali.
Dengan terpaksa ia menerima untuk berdebat dengan Hamran.
Setiap pertanyaan yang dilontarkan dijawab dengan tegas dan berdalil
oleh Hamran hingga akhirnya ia merasa kalah dan kecapaian.
“Bagaimana engkau melihat Hamran?”, tanya Imam a.s.
“Sungguh Hamran sangat cerdik. Setiap pertanyaan yang kulontarkan, dijawabnya dengan tepat”, jawabnya.
Setelah itu ia berkata kembali: “Saya ingin berdebat denganmu berkenaan dengan bahasa dan sastra Arab”.
Imam a.s. menoleh kepada Aban bin Taghlib seraya berkata: “Berdebatlah dengannya!”
Aban pun tidak memberi kesempatan kepadanya untuk mengelak dan berdalih serta akhirnya ia menyerah.
“Aku ingin berdebat mengenai fiqih denganmu”, lanjutnya.
Imam a.s. menoleh kepada Zurarah seraya berkata: “Berdebatlah dengannya!” Ia pun mengalami nasib yang sama.
“Aku ingin berdebat denganmu berkenaan dengan ilmu kalam”, katanya lagi.
Imam a.s. menunjuk Mukmin Ath-Thaaq untuk melayaninya. Dan tidak lama kemudian ia pun mengalami nasib yang sama.
Begitulah seterusnya ketika ia meminta untuk berdebat
berkenaan dengan masalah kemampuan (seseorang) untuk melakukan kebaikan
dan keburukan, tauhid dan imamah, Imam a.s. menunjuk Hamzah Ath-Thayyar,
Hisyam bin Salim dan Hisyam bin Hakam untuk melayaninya. Dan mereka
dapat melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan baik.
Melihat peristiwa yang sangat menyenangkan itu Imam Shadiq a.s. tersenyum bahagia.
Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pembaca
budiman hadis-hadis suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Shadiq
a.s. selama ia hidup.
“Seyogianya setiap muslim yang mengenal kami (Ahlul Bayt)
untuk mengecek setiap amalannya setiap hari dan malam. Dengan demikian
ia telah mengontrol dirinya. Jika ia merasa berbuat kebaikan, maka
berusahalah untuk menambahnya, dan jika ia merasa mengerjakan
keburukan, maka beristigfarlah supaya ia tidak hina di hari kiamat”.
“Jika Syi’ah kami mau beristiqamah, niscaya malaikat
akan bersalaman dengan mereka, awan akan menjadi pelindung mereka (dari
terik panas matahari), bercahaya di siang hari, rezekinya akan dijamin
dan mereka tidak akan meminta apa pun kepada Allah kecuali Ia akan
mengabulkannya”.
“Barang siapa yang menipu, menghina dan memusuhi
saudaranya (seiman), maka Allah akan menjadikan neraka sebagai tempat
kembalinya. Dan barang siapa merasa dengki terhadap saudaranya, maka
imannya akan meleleh sebagaimana garam meleleh (di dalam air)”
“Janganlah kalian terbawa arus mazhab dan aliran! Demi
Allah, berwilayah kepada kami tidak akan dapat digapai kecuali dengan
wara`, usaha yang keras di dunia, dan menolong saudara-saudara seiman.
Dan tidak termasuk Syi’ah kami orang yang menzalimi orang lain”
“Barang siapa yang percaya kepada Allah, maka Ia akan
menjamin segala yang diinginkannya, baik yang berkenaan dengan urusan
dunia maupun akhiratnya, dan akan menjaga baginya apa yang sekarang
tidak ada di tangannya. Sungguh lemah orang yang enggan membekali diri
dengan kesabaran untuk menghadapi sebuah bala`, tidak mensyukuri nikmat
dan tidak mengharapkan kelapangan di balik sebuah kesulitan”.
“Bersilaturahmilah kepada orang yang memutus tali hubungan
denganmu, berikanlah orang yang enggan memberimu, berbuat baiklah kepada
orang yang berbuat jahat kepadamu, ucapkanlah salam kepada orang yang
mencelamu, berbuat adillah kepada orang yang memusuhimu, maafkanlah
orang yang menzalimimu sebagaimana engkau juga ingin diperbuat demikian.
Ambillah pelajaran dari pengampunan Allah yang telah mengampunimu.
Apakah engkau tidak melihat matahari-Nya menyinari orang yang baik dan
orang yang jahat dan air hujan-Nya turun kepada orang-orang yang saleh
dan bersalah?”.
“Pelankanlah suaramu, karena Allah yang mengetahui segala
yang kau simpan dan tampakkan. Ia telah mengetahui segala yang engkau
inginkan sebelum kalian meminta kepada-Nya”.
“Segala kebaikan ada di depan matamu dan segala keburukan
juga ada di depan matamu. Engkau tidak akan melihat kebaikan dan
keburukan (sejati) kecuali di akhirat. Karena Allah azza wa jalla telah
menempatkan semua kebaikan di surga dan semua keburukan di neraka. Hal
itu dikarenakan surga dan nerakalah yang akan kekal”.
Islam itu telanjang. Bajunya adalah rasa malu, hiasannya
adalah kewibawaan, harga dirinya adalah amal saleh dan tonggaknya adalah
wara`. Segala sesuatu memiliki asas, dan asas Islam adalah kecintaan
kepada kami Ahlul Bayt”.
“Beramallah sekarang di dunia demi kebahagiaan yang kau harapkan di akhirat”.
“Tidak ada seorang pun yang membantu salah seorang pengikut
kami walaupun dengan satu kalimat kecuali Allah akan memasukkannya ke
dalam surga tanpa hisab”.
“Jauhilah riya`, karena sifat riya` akan memusnahkan
amalanmu, jauhilah berdebat, karena berdebat itu akan menjerumuskanmu ke
dalam jurang kehancuran dan jauhilah permusuhan, karena permusuhan itu
akan menjauhkanmu dari Allah”.
“Jika Allah menghendaki kebaikan atas seorang hamba, maka
Ia akan membersihkan jiwanya. Dengan itu, ia tidak akan mendengar
kebaikan kecuali ia akan mengenalnya dan tidak melihat kemungkaran
kecuali ia akan mengingkarinya. Kemudian Ia akan mengilhamkan di hatinya
sebuah kalimat yang akan mempermudah segala urusannya”.
“Mintalah afiat kepada Tuhan kalian. Bersikaplah wibawa, tenang dan milikilah rasa malu”.
“Perbanyaklah doa, karena Allah menyukai hamba-hamba-Nya
yang berdoa kepada-Nya. Ia telah menjanjikan kepada mereka untuk
mengabulkan (doa-doa mereka). Pada hari kiamat Ia akan menghitung
doa-doa mereka sebagai sebuah amalan yang pahalanya adalah surga”.
“Cintailah orang-orang miskin yang muslim, karena orang
yang menghina dan bertindak sombong terhadap mereka, ia telah menyimpang
dari agama Allah dan Ia akan menghinakannya dan murka atasnya. Kakek
kami SAWW pernah bersabda: “Tuhanku telah memerintahkanku untuk
mencintai orang-orang miskin yang muslim”.
“Jangan menghasut orang lain, karena akar kekufuran adalah hasud dan iri dengki”.
“Tiga amalan dapat menumbuhkan benih kecintaan: memberi hutang, rendah diri dan berinfak”.
“Tiga amalan penimbul benih permusuhan: kemunafikan, kezaliman dan kesombongan”.
“Tiga hal tidak dapat diketahui kecuali dalam tiga kondisi:
penyabar tidak akan dikenal kecuali dalam kondisi marah, pemberani
tidak akan diketahui kecuali ketika perang dan saudara tidak akan
diketahui kecuali ketika (kita) membutuhkan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda, Silahkan tinggalkan komentar :)