Berikut ini dijelaskan secara ringkas aqidah khas madzhab Syiah, yakni Imamah. Di sini madzhab Syiah berkeyakinan jika Nabi saw ma’shum maka para Imam wajib memiliki bersifat ma’shum. Jika ke-ma’shum-an Nabi saw adalah anugrah Allah maka ke-ma’shum-an para Imam adalah upaya para Imam untuk selalu bisa memelihara diri dari perbuatan dosa dan penganut madzhab Syiah percaya bahwa para Imam mampu memelihara diri dari dosa sebagai syarat wajib bersifat ma’shum. Selanjutnya dijelaskan secara ringkas konsep imamah sampai mengenai ucapan para Imam yang diyakini sanadnya selalu bersambung pada Nabi saw.
I. Keniscayaan Imamah
Syi’ah meyakini bahwa kebijaksanaan Tuhan (al-hikmah al-ilahiah)
menuntut perlunya pengutusan para rasul untuk membimbing umat manusia.
Demikian pula mengenai imamah, yakni bahwa kebijaksanaan Tuhan juga
menuntut perlunya kehadiran seorang imam sesudah meninggalnya seorang
rasul guna terus dapat membimbing umat manusia dan memelihara kemurnian
ajaran para nabi dan agama Ilahi dari penyimpangan dan perubahan. Selain
itu, untuk menerangkan kebutuhan-kebutuhan zaman dan menyeru umat
manusia ke jalan serta pelaksanaan ajaran para nabi. Tanpa itu, tujuan
penciptaan, yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan, al-takamul wa
al-sa’adah, sulit dicapai, karena tidak ada yang membimbing, sehingga
umat manusia tidak tentu arah dan ajaran para nabi menjadi sia-sia.
Oleh karena itu kami meyakini bahwa sesudah Nabi Muhammad saw, ada seorang imam untuk setiap masa.
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah:119)
Ayat ini tidak berlaku untuk satu masa saja, tapi untuk seluruh
zaman. Seruan agar orang- orang beriman bergabung dalain barisan
orang-orang benar, al-shadiqin, pertanda adanya imam maksum yang harus
diikuti pada setiap zaman, sebagaimana disebutkan oleh banyak mufassir
Sunni dan Syi’ah terhadap makna ayat ini.
II. Hakikat Imamah
Syi’ah meyakini bahwa imamah bukan sekedar jabatan politik atau
kekuasaan formal, tetapi sekaligus sebagai jabatan spiritual yang sangat
tinggi. Selain menyelenggarakan pemerintahan Islam, Imam bertanggung
jawab membimbing umat manusia dalain urusan agama dan dunia mereka. Imam
juga membimbing pikiran dan rohani masyarakat. Memelihara syariat Nabi
Muhammad saw agar tidak menyimpang atau berubah serta memperjuangkan
tercapainya tujuan pengutusan Nabi Muhammad saw.
Jabatan tinggi ini diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim as setelah
Ibrahim melewati fase kenabian dan nsalah, dan setelah lulus dan
sejumlah ujian berat. Ibrahim as. meminta kepada Allah agar jabatan ini
diberikan juga kepada sebagian keturunannya, tetapi Allah menegaskan
kepada Ibrahim bahwa orang-orang zalim dan para pendosa tidak akan
mencapai posisi mi.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”.
Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah:124)
Jelas sekali bahwa kedudukan yang demikian tinggi ini tidak dapat
diterjemahkan sebagai jabatan pemerintahan formal. Dengan demikian, jika
imamah tidak diterjemahkan sebagaimana yang telah kami gambarkan di
atas, maka ayat di atas tidak mempunyai pengertian yang jelas.
Syi’ah meyakini bahwa para nabi utama, ulul-azmi, terutama Nabi
Muhammad saw, adalah sekaligus sebagai imam-imam yang memiliki otoritas
kepemimpinan spiritual ruhaniah dan kepemimpinan formal material. Dengan
demikian, Nabi Muhammad saw tidak sekedar menyampaikan ajaran Allah,
tapi sekaligus memimpin umat manusia, dan jabatan imamah ini diberikan
kepada Nabi saw sejak awal kenabiannya.
Syi’ah juga meyakini bahwa garis imamah sesudah Rasulullah saw dilanjutkan oleh orang-orang suci dan dzuriyatnya, keturunannya.
Dan batasan di atas mengenai imamah tampak bahwa untuk mencapai
kedudukan ini dituntut syarat-syarat yang sangat berat, baik dari sisi
taqwa, yaitu telah mencapai tingkat ishmah, terpelihara (mampu
memelihara diri, peny) dari perbuatan-perbuatan dosa, maupun
dari sisi ilmu dan pengetahuan yang mencakup seluruh bidang pengetahuan
dan aturan agarna serta pengetahuan tentang manusia dan kebutuhannya
untuk setiap zaman.
III. Keterpeliharaan Imam dari Dosa dan Kesalahan
Syi’ah meyakini bahwa seorang imam wajib bersifat ma’shum,
terpelihara dari perbuatan dosa dan kesalahan, karena, disamping makna
ayat di atas, seorang yang tidak maksum tidak dapat dipercaya sepenuhnya
untuk diambil darinya prinsip-prinsip agama maupun cabang-cabangnya.
Oleh karena itu Syi’ah meyakini bahwa ucapan seorang imam maksum,
perbuatan, dan persetujuannya, adalah hujjah syar’iyyah, kebenaran
agama, yang mesti dipatuhi.
Yang Syi’ah maksud dengan persetujuan imam maksum atau taqrir
al-Ma’shum ialah sang imam tidak menegur suatu perbuatan yang
berlangsung di hadapannya, bahkan membiarkannya saja.
IV. Imam Pemelihara Agama
Syi’ah meyakini bahwa seorang imam tidak membawa syariat baru.
Kewajibannya hanyalah menjaga agama Islam, memperkenalkan, mengajarkan,
menyampaikannya, dan membimbing manusia kepada ajaran-ajaran yang luhur.
Syi’ah meyakini bahwa seorang imam harus menguasai dan memiliki
pengetahuan yang utuh terhadap semua pokok agama Islam,
cabang-cabangnya, hukum, peraturan, dan tafsir al-Quran. Pengetahuan ini
bersifat rabbani, suci dan di dapat dan Nabi saw, supaya sang imam
mendapat kepercayaan penuh dan umat dan dapat diandalkan dalain memahami
hakikat Islam.
V. Nash atas Imam
Syi’ah rneyakini bahwa seorang imam, penerus Rasulullah saw, harus
ditetapkan melalui nash atau pengangkatan yang jelas oleh Rasulullah saw
atau oleh imam sebelumnya. Dengan kata lain, seorang imam, seperti
halnya Nabi saw, ditetapkan oleh Allah Swt, tetapi melalui Nabi saw,
sebagaimana keterangan al-Quran dalain pengangkatan Ibrahim as sebagai
imam:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”.
Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah:124)
Dalain pada itu, penentuan tingkat taqwa, seseorang telah mencapai
tingkat ishmah dan telah mencapai tingkat pengetahuan seluruh hukum dan
ajaran Allah Swt tanpa ada kesalahan sedikitpun tidak dapat dilakukan
kecuali oleh Allah dan rasul-Nya. Oleh karena itu, penentuan bahwa
seseorang telah mernenuhi sifat ishmah datangnya dan Rasulullah saw.
Dengan demikian, Syi’ah meyakini bahwa keimaman para imam maksum tidak diperoleh melalui pemilihan masyarakat.
VI. Penetapan para Imam oleh Nabi saw
Syi’ah meyakini bahwa Nabi Muhammmad saw-lah yang telah menetapkan
para imam sesudahnya, sebagaimana yang telah dilakukannya dalain hadits
populer al-tsaqalain. Diriwayatkan dalain Shahih Muslim bahwa suatu hari
Nabi berpidato di sebuah oase yang bemama Khum, terletak antara Mekkah
dan Madinah. Nabi saw bersabda:
“. .. Aku hanyalah seorang manusia, yang jika utusan Tuhanku
datang kepadaku akan kupenuhi. Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka
yang berat. Pertama, kitab Allah. Di dalainnya terdapat petunjuk dan
cahaya… (Kedua) Ahlubaitku. Aku ingatkan kamu pada Allah tentang
Ahlubaitku. Aku ingatkan kamu pada Allah tentang Ahlubaitku. Aku
ingatkan kamu pada A.llah tentang Ahlubaitku.” (Shahih Muslim, 4: 1873)
Hadis yang sama juga diriwayatkan dalain Shahih Turmuzi. Bahkan pada
Shahih Turmuzi terdapat pernyataan tegas Nabi saw yang mengangkat imam
sesudahnya dan lingkungan keluarganya. Demikian pula hadis-hadis yang
diriwayatkan dalain Sunan al-Darimi, Khasaish al-Nasai, Musnad Ahmad,
dan sumber-sumber utama Islam terkenal lainnya.
Hadits Tsaqalain atau hadis Dua Pusaka ini sedikitpun tidak dapat
diragukan kebenarannya, oleh siapa saja, karena la terrnasuk hadits
mutawatir yang tidak dapat diingkan atau dipersoalkan kebenarannya oleh
seorang muslim. Oleh karena itu, dan beberapa riwayat dapat dilihat
betapa Nabi saw telah mengulangi hadis ini berkali-kali dan di berbagai
tempat yang berbeda.
Tentu saja tidak semua kerabat Nabi memangku jabatan tinggi ini,
sebagai pendamping al-Quran. Dengan demikian, maka yang dimaksud
hanyalah para imam maksum dari dzuriyat Rasul saw.
Perlu disebutkan di sini bahwa dalam beberapa riwayat terdapat
redaksi “Sunnati” atau Sunnahku sebagai ganti dari redaksi “Ahlubaiti”,
Ahlubaitku. Akan tetapi riwayat ini dhaif, diragukan kebenarannya, dan
tidak dapat diandalkan.
Pada sisi lain, terdapat hadis lain yang populer dan sahih, yang
diriwayatkan oleh banyak kitab hadis utama seperti: Sahih Bukhari,
Muslim, Turmuzi, Abu Daud, Musnad Ibn Hanbal, bahwa Nabi saw bersabda:
“Agama ini akan terus tegak hingga datangnya hari kiamat atau
datang kepada kamu dua belas orang khalifah, (imam) semuanya berasal dan
suku Quraisy.” (Muslim, III, h. 1453, Bukhari, m, h. 101, Turmuzi, IV, h. 501 dan Abu Daud, IV, bab al-Mahdi)
Syi’ah meyakini bahwa tidak ada tafsiran yang paling tepat mengenai
dua belas Imam yang dimaksud Nabi pada hadis di atas kecuali apa yang
diyakini oleh kaum Syi’ah Imamiyyah. Ya, apakah ada tafsiran lain yang
lebih tepat? Tidak ada. Renungkan!
VII. Pengangkatan Ali oleh Nabi saw
Syi’ah meyaikini bahwa Nabi Muhainmad saw, atas perintah Allah, telah
menunjuk dan mengangkat ‘Ali as sebagai khalifah sesudahnya. Ia lakukan
itu berkali-kali dan dalain berbagai kesempatan yang berbeda. Di Ghadir
Khum, dekat dengan Juhfah, misalnya, Nabi saw membacakan khutbahnya
yang sangat populer di depan para sahabatnya, sepulangnya dari
menunaikan Haji Wada’. Nabi bersabda:
Wahai manusia! Bukankah aku lebih utama atas dirimu daripada kamu
sendiri? Mereka berkata: “Betul”. Nabi melanjutkan: “Barangsiapa yang
aku adalah pemimpinnya, maulahu, maka ‘Ali adalah pemimpinnya. “
Karena kami tidak bermaksud menguraikan masalah ini panjang lebar
atau melakukan argumentasi terhadap keyakinan ini, kiranya cukup dengan
mengatakan bahwa adalah mustahil kita lewati hadis di atas begitu saja
atau menafsirkannya sebatas pada cinta kepada ‘Ali, padahal Nabi saw
begitu memperhatikan masalah ini.
Bukankah hadis di atas sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibn
al-Atsir dalain kitabnya al-Kamil bahwa di awal kenabiannya, atas
penntah Allah:
“Dan berilah peringatan kepada keluarga dekatmu.” (QS. Asy-Syu’araa’: 214)
Nabi Muhammad saw mengumpulkan segenap keluarganya dan menawarkan kepada mereka agama Islarn. Pada kesempatan itu Nabi bersabda:
Siapakah di antara kamuyang bersedia membantuku dalain urusan ini
sehingga ia menjadi saudaraku, washiku, dan khalifahku pada kamu. Tidak
seorang pun yang menyambutnya kecuali ‘Ali yang berkata kepada Nabi saw:
Aku wahai Nabi Allah yarig akan membantumu
Kemudian Nabi bersabda: “Inilah (‘Ali) saudaraku, washiku, dan khalifahku pada kamu.”
Bukankah ini pula yang diinginkan Rasulullah saw pada saat-saat
terakhir kehidupannya, sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari bahwa
Rasulullah saw berkata:
“Bawakan aku kertas supaya aku tuliskan buat kamu wasiat yang dengannya kamu tidak akan sesat sesudahku nanti” (Sahih Bukhari, V, hal. 11, Muslim, III, hal. 1259)
Sekali lagi, tujuan penulisan buku ini hanya sekedar menguraikan
aqidah dengan sedikit dalil; kalau tidak, tentu berbeda penguraiannya.
VIII. Penegasan Tiap Imam atas Imam Sesudahnya
Syi’ah meyakini bahwa setiap imam dari dua belas imam telah diangkat
dengan tegas, nash, oleh imam sebelumnya. Imam pertama adalah ‘Ali Ibn
Abi Thalib, kemudian secara berturut-turut, (2) Hasan Ibn ‘Ali
al-Mujtaba, (3) Husain Ibn ‘Ali Sayyidus- syuhada, penghulu para
syuhada, (4) ‘Ali Ibn Husain, (5) Muhammad Ibn ‘Ali al-Baqir, (6) Ja’far
Ibn Muhammad al-Shadiq, (7) Musa Ibn Ja’far, (8) ‘Ali Ibn Musa
al-Ridha, (9) Muhammad Ibn ‘Ali al-Taqi, (10) ‘Ali Ibn Muhammad al-Naqi
(11) Hasan Ibn ‘Ali al- Askari, dan terakhir, (12) Muhammad Ibn Hasan
al-Mahdi. Syi’ah meyakini bahwa Imam Muhammad Ibn Hasan al-Mahdi masih
hidup.
Keyakinan kepada Imam Mahdi yang akan memenuhi dunia dengan keadilan
setelah dipenuhi dengan kezaliman dan kekejaman tidak terbatas pada kaum
Syi’ah saja, tetapi seluruh kaum Muslirnin. Untuk itu banyak ulama
Ahlussunnah yang menulis buku tentang kemutawatiran hadis-hadis tentang
Imam Mahdi ini. Bahkan Rabithah Alain Islarni pemah mengeluarkan nsalah
yang menyatakan bahwa kedatangan Imam Mahdi merupakan urusan
musallainmat dalain agama atau sesuatu yang tidak dapat ditolak
kebenarannya.[5] Rabitah mengutip banyak hadis Nabi tentang al-Mahdi dan
kitab-kitab utama. Hanya saja, sebagian ulama Ahlussunnah percaya bahwa
al-Mahdi yang dimaksud baru akan lahir di akhir zaman, sementara Syi’ah
meyakini bahwa al-Mahdi yang dimaksud adalah imam kedua belas, masih
hidup dan akan muncul dengan izin Allah untuk menegakkan keadilan dan
mengadili para tiran.
Syi’ah meyakini bahwa ‘Ali adalah sahabat Nabi paling utama.
Kedudukannya dalain Islam langsung di bawah Nabi saw. Pada saat yang
sama Syi’ah menganggap bahwa sikap ghuluw, berlebih-lebihan kepada ‘Ali
haram hukumnya. Dalain pada itu Syi’ah meyakini bahwa menganggap ‘Ali
sebagai Tuhan atau serupa dengan itu kafir hukumnya dan keluar dari
barisan Muslimin. Syi’ah berlepas diri dari orang dan aqidah semacam
itu. Tapi sayang, sebagian pihak terjebak dalain kekeliruan, sehingga
menyamaratakan Syi’ah dengan kelompok-kelompok menyimpang ini, padahal
ulama-ulama Syi’ah justeru menganggap kelompok ini keluar dan Islam.
IX. Sahabat di Hadapan Hukum Akal dan Sejarah
Syi’ah meyakini bahwa di antara sahabat Nabi terdapat pnbadi-pribadi
agung yang telah disebutkan keutamaannya oleh al-Quran dan Sunnah. Akan
tetapi tidak berarti bahwa semua sahabat tidak ada yang salah atau
perbuatan-perbuatan mereka benar semuanya tanpa kecuali. Pada banyak
ayat al-Quran, terutama pada surat al-Baraah, al-Nur, dan al- Munafiqin,
al-Quran bercerita tentang kaum munafik yang notabene adalah sebagian
sahabat itu sendiri, dan mengecam mereka dengan keras, meskipun mereka
adalah sahabat Nabi saw. Selain itu, terdapat pula di antara sahabat
Nabi, orang yang telah menyulut api fitnah sehingga pecah perang sesama
kaum Muslimin sesudah wafat Nabi saw, melanggar baiat yang telah
diberikan kepada khalifah, dan menumpahkan darah ribuan kaum Muslimin.
Apakah pantas orang-orang seperti itu kita anggap bersih dan suci ?
Dengan kata lain, bagaimana mungkin kita dapat memutuskan kedua belah
pihak yang terlibat percekcokan, misalnya pihak-pihak yang terlibat
dalain perang Jamal dan Siffin, bahwa semuanya benar? Sungguh keputusan
yang kontradiktif dan tidak dapat diterima. Adapun alasan pihak yang
dapat menerima sikap kontradiktif ini, yang merujuk kepada persoalan
ijtihad, bahwa memang ada yang benar dan ada yang salah, akan tetapi
karena kedua-duanya telah mengamalkan ijtihad, maka yang keliru
sekalipun, tetap mendapat pahala, karena ia telah melakukan ijtihad.
Sedangkan kekeliruannya, dimaafkan. Cara berpikir seperti ini tidak
dapat diterima.
Bagaimana mungkin kita dapat membenarkan seseorang yang melanggar
baiatnya kepada khalifah Rasulullah dengan alasan ijtihad, tapi kemudian
sengaja menyulut api peperangan dan menumpahkan darah orang-orang
saleh? Jika dosa penumpahan darah dapat dimaafkan karena alasan ijtihad,
itu berarti semua perbuatan dosa dapat dimaafkan karena alasan ijtihad.
Nauzubillah.
Dengan terus terang kami katakan bahwa Syi’ah meyakini bahwa seorang
manusia, meskipun sahabat Nabi, tergantung pada amalnya, sesuai prinsip
al-Quran yang menyatakan:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat:13)
Berdasarkan hal ini, maka untuk menentukan kualitas sahabat, kita
juga harus mengukurnya dari amal perbuatan mereka, supaya keputusan yang
kita ambil logis dan dapat diterapkan pada semuanya.
Maka siapa saja di antara sahabat Nabi yang selama bersama Nabi
ikhlas dan terus dalam garis ini dalam menjaga Islam dan kesetiaan
kepada al-Quran sesudah wafatnya, Syi’ah akui dia dan mengkategorikannya
sebagai orang saleh. Tetapi Sahabat yang munafiq di zaman Rasul dan
selalu mengganggu Rasul atau berubah sesudah Nabi meninggal dunia, dan
yang telah merugikan Islam dan kaum Muslimin, tentu Syi’ah tidak akan
mencintainya sedikitpun. Allah berfirman:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang
yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung. “ (QS. Al-Mujaadilah:22)
Ya, orang-orang yang menentang atau mengganggu Rasul, baik pada masa
hidupnya atau sesudah wafatnya, menurut keyakinan Syi’ah, sedikitpun
tidak pantas mendapat pujian atau penghormatan.
Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa sejumlah sahabat Nabi telah
berjuang habis-habisan untuk menyebarkan agama Islam sehingga Allah
memuji mereka dan memuji para penerus mereka, tabiin, yang mengikuti
jalan para Sahabat yang saleh; pujian yang juga diberikan kepada siapa
saja berjalan di jalan yang lurus hingga hari akhir.
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar.” (QS.At-Taubah:100)
Demikianlah keyakinan Syi’ah tentang Sahabat secara ringkas.
X. Ilmu Imam-imam Ahlubait Berasal dari Nabi
Syi’ah meyakini bahwa ucapan para imam, perbuatan, dan taqrir,
persetujuan mereka, yang dapat dilihat dari tidak adanya teguran mereka
terhadap suatu perbuatan yang berlangsung di hadapan mereka, adalah
hujjah, kebenaran yang harus diikuti, dan merupakan sanad, pegangan bagi
Syi’ah. Karena Nabi saw, sebagaimana hadis mutawatir, telah
memerintahkan agar kita berpegang teguh kepada kitab Allah dan
keluarganya. Di samping itu, mereka adalah orang-orang suci, ma’shum,
yang telah diselainatkan Allah dari perbuatan dosa dan kesalahan. Karena
itu, maka salah satu sumber fiqh Syi’ah, setelah al-Quran dan Sunnah
Nabi, ialah ucapan para imam dari Ahlulbait, perbuatan, dan taqrir
mereka.
Jika kita perhatikan bahwa para irnam as itu hanya menukil hadisnya
dari nenek moyang mereka hingga ke Rasulullah saw, maka hadis-hadis
mereka sesungguhnya adalah hadis- hadis Rasulullah saw juga. Dan kita
tahu bahwa periwayatan oleh seorang tsiqah, yang dapat dipercaya,
diterima oleh seluruh ulama Islam.
Imam Muhammad Ibn ‘Ali al-Baqir berkata kepada Jabir:
“Jabir, jika yang kami ucapkan kepada kalian itu adalah pandangan
kami sendiri dan dilandasi hawa nafsu, maka kami akan celaka. Tapi
ketahuilah, yang kami ucapkan kepada kalian itu adalah hadis-hadis
Rasulullah saw. (Jami’ Ahadits Syi’ah: I, hal. 18)
“Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Seseorang bertanya kepada
Imam Ja’far Shadiq tentang suatu masalah dan Imam memberikan jawabannya,
namun orang itu kemudian bertanya lagi: “Bagaimana jika masalah ini
begini dan begitu, apa pendapatmu?’ Imam berkata: “Ketahuilah Tidak satu
jawaban pun yang kuberikan kepadamu kecuali dari Rasulullah saw. Kami
sama sekali bukan termasuk dalam kelompok orang yang dapat ditanya “Apa
pendapatmu”. (UshulKafi, 1, hal. 58)
Dalam pada itu, perlu kami sebutkan di sini bahwa Syi’ah juga
memiliki kitab-kitab hadis utama yang kami percayai validitasnya, sepera
al-Kafi, al-Tahzib, al-Istibshar, dan Man la Yahduruhul-faqih. Akan
tetapi tidak berarti bahwa Syi’ah menerima begitu saja seluruh
riwayat yang disebutkan dalam kitah-kitab tersebut, karena, selain
kitab-kitab hadis, Syi’ah juga mempunyai kitab-kitab rijal yang
berfungsi mengungkap keadaan para perawi pada semua level sanad. Jika
para perawinya, pada semua level sanad, dapat dipercaya, tsiqat, Syi’ah
terima hadis tersebut. Tapi jika tidak, Syi’ah akan menolaknya. Dengan
demikian, Syi’ah baru dapat menerima riwayat-riwayat yang terdapat
dalain kitab-kitab utama tersebut, jika ia memenuhi kriteria di atas.
Selain itu, boleh jadi ada riwayat yang dari segi sanad dapat
dikategorikan sebagai riwayat mu’tabarah, dapat diterima, tetapi karena
ada cacat-cacat lain pada riwayat tersebut, para ulama dan fuqaha
Syi’ah, dari dahulu hingga sekarang, mengabaikannya. Riwayat semacam ini
Syi’ah namakan riwayat mu’radh anha atau riwayat yang diabaikan, dan
sudah barang tentu tidak mendapat tempat di kalangan Syi’ah.
Dari sini tampak bahwa jika seseorang ingin mendapat keterangan
tentang aqidah Syi’ah, maka sangat keliru sekali jika hanya bersandarkan
pada sebuah atau beberapa riwayat yang terdapat pada buku-buku tersebut
tanpa melakukan penelitian sanadnya.
Dengan kata lain, pada sebagian mazhab Islam, terdapat kitab-kitab
hadis yang disebut al-sihah. Para penyusunnya tidak ragu sedikitpun
mengkategorikan seluruh riwayat yang terdapat pada kitab-kitab tersebut
sahih, demikian pula anggapan lainnya. Namun tidak demikian sikap
Syiah terhadap kitab-kitab muktabarahnya. Kitab-kitab itu memang betul
disusun oleh orang-orang tsiqat, dapat dipercaya, akan tetapi untuk
menentukan kesahihan hadits-haditsnya hanis dikembalikan ke llm al-rijal
untuk dilakukan penelitian terhadap para perawinya.
Jika poin ini diperhatikan, ia dapat menjelaskan banyak permasalahan
dan keraguan yang diarahkan ke aqidah Syi’ah. Tetapi jika diabaikan,
berakibat pada banyak kekeliruan dan kesalahpaharnan terhadap aqidah
Syi’ah.
Ringkasnya, hadis-hadis para Imam Dua Belas menempati posisi yang
sangat tinggi di mata ajaran Syi’ah, yaitu setelah al-Quran dan sunnah
Nabi, tetapi dengan catatan, bahwa hadis-hadis tersebut pasti datangnya
dari para imam dengan jalan diakui.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan anda, Silahkan tinggalkan komentar :)